BERITA SIJ

indosiar.com, Jeddah - Gema lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan barisan murid SD, SMP dan SMAa ini menyeruak dari sebuah bangunan sederhana di bilangan Bagdagia, Kota Jeddah, Arab Saudi. Terlihat wajah-wajah lugu keturunan Arab, ikut menyuarakan lagu kebangsaan. Maklum, sekolah dengan 650 murid ini, tak hanya menerima putra putri staf Konsul Jendral RI saja, tapi juga anak-anak TKI yang menikah dengan warga negara Arab Saudi.

Setiap Sabtu, di sekolah yang bernama sekolah Indonesia Jeddah atau SIJ ini, diadakan upacara bendera. Bukan hari senin, karena hari libur resmi di Arab Saudi jatuh pada hari Kamis dan Jum`at. Sehingga praktis hari pertama sekolah diawali pada hari Sabtu.

Hari libur yang berbeda, bukan satu-satunya perbedaan yang harus dialami murid sekolah disini. Perbedaan budaya maupun peraturan yang diterapkan antara di Indonesia dengan Arab Saudi, terkadang membawa masalah. Seperti murid perempuan misalnya, tidak boleh berjalan sendirian saat pulang sekolah.

Untuk pulang berjalan kaki, mereka harus pulang sedikitnya bersama dua teman perempuan lain, dan harus memakai sejenis jubah lengkap dengan penutup muka hitam. Banyak batasan yang diperlakukan terhadap perempuan oleh pemerintah Arab Saudi, yang terpaksa harus diterapkan di sekolah yang telah berdiri sejak tahun 1964 ini.

Untuk pelajaran intra sekolah tak ada masalah, sebab suasana belajar dan kurikulum pelajaran yang digunakan, tak jauh berbeda dengan di tanah air, dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Namun untuk kegiatan ekstra kurikuler, menghadapi kendala dengan adanya peraturan pemerintah Arab Saudi.

Kegiatan paskibra misalnya, tidak diperkenankan berlatih berbaris dijalan. Pembelian bahan kimia untuk penelitian, atau kegiatan karya wisata, sangat dibatasi. Sedang untuk mendapatkan ijin, harus melalui prosedur yang rumit.

Peraturan yang ketat ini, tidak lantas menyurutkan prestasi atau keinginan siswa yang bersekolah disini. Terbukti, hasil penelitian murid SMA SIJ, bisa menembus lomba karya ilmiah di Jakarta. Begitu pula dengan lulusannya, tersebar di berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia dan negara sekitar Arab Saudi, seperti Mesir atau Yordania. Kuliah di Indonesia, memang menjadi impian murid SIJ.

Dari 18 sekolah Indonesia di luar negeri, bisa dibilang SIJ yang terbesar dari jumlah muridnya. Sayangnya, sekolah yang telah berdiri 40 tahun ini, sampai sekarang belum mempunyai gedung sekolah yang tetap. Selama ini menyewa gedung dan berpindah-pindah tempat.

Bahkan uang sewa sebesar 200 ribu riyal pertahun, masih disubsidi KJRI Jeddah. Begitu pula biaya opersionalnya, sekitar 100 ribu riyal setiap bulan, juga masih disokong KJRI. Sekolah tak bisa mengandalkan uang SPP atau sumbangan, karena siswa yang bersekolah disini, kebanyakan anak-anak TKI yang hidupnya pas-pasan.

Dengan biaya yang minim ini, SIJ berusaha meningkatkan statusnya menjadi sekolah internasional. Tujuannya, agar bisa menerima siswa asing lain yang dinilai lebih mampu dari segi pendanaan. Persiapan kearah itu jauh hari telah dilakukan. Seperti merekrut 21 WNI yang menetap di Jeddah sebagai tenaga pengajar, dan setiap akhir pekan dilatih Bahasa Inggris oleh diplomat yang bertugas di KJRI. Sedang murid-muridnya, secara bertahap, dibiasakan berbahasa Inggris dengan kelas tambahan.

Perjuangan yang dilakukan sekolah Indonesia Jeddah ini, memang seharusnya mendapat dukungan. Mengingat, sekolah ini merupakan wakil dan cermin pendidikan Indonesia di luar negeri. Tak hanya itu, perlindungan strategis bagi 600 ribu warga negara Indonesia yang menetap di sekitar Kota Jeddah, perlu dipertimbangkan pula. Apalagi sebagian besar diantaranya masih membutuhkan pendidikan.(Idh)

Reporter : Andry HarianaCameraman : Sugeng Riyadi
indosiar.com, Jeddah